Contoh Kasus Lumpur Lapindo
Banjir lumpur panas
Sidoarjo, juga dikenal dengan sebutan Lumpur Lapindo atau Lumpur
Sidoarjo (Lusi), adalah peristiwa menyemburnya lumpur panas di lokasi
pengeboran Lapindo Brantas Inc di Dusun Balongnongo Desa Renokenongo,
Kecamatan Porong kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, Indonesia, sejak
tanggal 29 Mei 2006. Lokasi semburan tersebut merupakan kawasan pemukiman
dan disekitarnya merupakan salah satu kawasan industri utama di Jawa Timur.Tak jauh dari lokasi semburan terdapat jalan tol
Surabaya-Gempol, serta jalur kereta apilintas timur Surabaya-Malang dan
Surabaya-Banyuwangi.
Semburan lumpur panas tersebut
diduga diakibatkan aktivitas pengeboran yang dilakukan Lapindo Brantas di sumur
tersebut. Pihak Lapindo Brantas sendiri punya dua teori soal asal semburan.
Pertama, semburan lumpur berhubungan dengan kesalahan prosedur dalam kegiatan
pengeboran. Kedua, semburan lumpur kebetulan terjadi bersamaan dengan
pengeboran akibat sesuatu yang belum diketahui atau bisa dikatakan juga bencana
alam/faktor alam.
Dampak yang ditimbulkan dari
semburan ini antara lain:
·
Lumpur
menggenangi 16 desa di tiga kecamatan.
·
Lahan
dan ternak juga terkena dampak lumpur
·
Sekitar
30 pabrik yang tergenang terpaksa menghentikan aktivitas produksi dan merumahkan
ribuan tenaga kerja
·
Empat
kantor pemerintah juga tak berfungsi dan para pegawai juga terancam tak
bekerja.
·
Tidak
berfungsinya sarana pendidikan (SD, SMP), Markas Koramil Porong, serta rusaknya
sarana dan prasarana infrastruktur (jaringan listrik dan telepon)
·
Rumah/tempat
tinggal yang rusak akibat diterjang lumpur dan rusak sebanyak 1.683 unit.
Sampai Mei 2009, PT Lapindo,
melalui PT Minarak Lapindo Jaya telah mengeluarkan uang baik untuk mengganti
tanah masyarakat maupun membuat tanggul sebesar Rp. 6 triliun. Perkembangan
terbaru diinformasikan bahwa sisa pembayaran ganti rugi sebsar 781 M.
Sudah 8 tahun sejak semburan
lumpur terjadi, pembayaran ganti rugi belum juga dilunasi. Kini pelunasan ganti
rugi dimasukkan dalam APBN, sehingga pelunasan menjadi tanggungan pemerintah.
Analisis Kasus
Berdasarkan kasus tersebut terbukti menggunakan Keadilan Komunitatif.
Keadilan ini mengatur hubungan yang adil antara orang yang satu dan
yang lain atau antara warganegara yang satu dengan warga negara lainnya.
Keadilan komutatif menyangkut hubungan horizontal antara warga yang satu dengan
warga yang lain. Dalam bisnis, keadilan komutatif juga disebut atau berlaku
sebagai keadilan tukar. Dengan kata lain, keadilan komutatif menyangkut
pertukaran yang adil antara pihak-pihak yang terlibat. Prinsip keadilan
komutatif menuntut agar semua orang menepati apa yang telah dijanjikannya,
mengembalikan pinjaman, memberi ganti rugi yang seimbang, memberi imbalan atau
gaji yang pantas, dan menjual barang dengan mutu dan harga yang seimbang.
Kesimpulan
Berdasarkan prinsip keadilan komutatif yang dikemukakan oleh
Aristoteles yaitu menuntut agar semua orang menepati apa yang telah
dijanjikannya. PT Lapindo belum melakukan hal tersebut, hingga saat ini
pembayaran ganti rugi belum juga dilunasi padahal sudah melewati batas yang
telah ditentukan oleh pemerintah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar